Penanganan Perilaku Siswa
Sabtu, 26 Januari 2013
0
komentar
(1)
pendekatan disiplin dan
(2) pendekatan bimbingan dan konseling.
(2) pendekatan bimbingan dan konseling.
- Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan
disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di
sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah,
aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk
mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku
siswa.
§ penanganan siswa
bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling lebih mengutamakan pada upaya
penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan
siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan
bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas
hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang
bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan
menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya
penyesuaian diri yang lebih baik.
§ Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswi yang hamil akibat pergaulan bebas, sementara tata tertib sekolah secara tegas menyatakan untuk kasus demikian, siswa yang bersangkutan harus dikeluarkan. Jika hanya mengandalkan pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang akan diambil sekolah adalah berusaha memanggil orang tua/wali siswa yang bersangkutan dan ujung-ujungnya siswa dinyatakan dikembalikan kepada orang tua (istilah lain dikeluarkan). Jika tanpa intervensi Bimbingan dan Konseling, maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang justru dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi dengan intervensi Bimbingan dan Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa dirinya, misalnya secara sadar menerima resiko yang terjadi, keinginan untuk tidak berusaha menggugurkan kandungan yang dapat membahayakan dirinya maupun janin yang dikandungnya, keinginan untuk melanjutkan sekolah, serta hal-hal positif lainnya, meski ujung-ujungnya siswa yang bersangkutan tetap harus dikeluarkan dari sekolah.
§ Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswi yang hamil akibat pergaulan bebas, sementara tata tertib sekolah secara tegas menyatakan untuk kasus demikian, siswa yang bersangkutan harus dikeluarkan. Jika hanya mengandalkan pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang akan diambil sekolah adalah berusaha memanggil orang tua/wali siswa yang bersangkutan dan ujung-ujungnya siswa dinyatakan dikembalikan kepada orang tua (istilah lain dikeluarkan). Jika tanpa intervensi Bimbingan dan Konseling, maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang justru dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi dengan intervensi Bimbingan dan Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa dirinya, misalnya secara sadar menerima resiko yang terjadi, keinginan untuk tidak berusaha menggugurkan kandungan yang dapat membahayakan dirinya maupun janin yang dikandungnya, keinginan untuk melanjutkan sekolah, serta hal-hal positif lainnya, meski ujung-ujungnya siswa yang bersangkutan tetap harus dikeluarkan dari sekolah.
Namun, dalam hal ini bukan berarti Guru
BK/Konselor yang harus mendorong atau bahkan memaksa siswa untuk keluar dari
sekolahnya. Persoalan mengeluarkan siswa merupakan wewenang kepala sekolah, dan
tugas Guru BK/Konselor hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh
kebahagiaan dalam hidupnya. Paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling
lebih mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan,
pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi
perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat tidak semua masalah siswa harus
ditangani oleh guru BK (konselor). Dalam hal ini Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan
masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan
berikut :
- Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas,
kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah,
bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas
ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan
berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan
mengadakan kunjungan rumah.
- Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional,
berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah,
kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap
pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila.
Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi
dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya.
Dapat pula mengadakan konferensi kasus.
- Masalah (kasus) berat, seperti: gangguan emosional berat,
kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil,
percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api.
Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan
psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu
dilakukan kegiatan konferensi kasus.
Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan secara
optimal Bimbingan
dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK/konselor di
sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama
membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi.
Penanganan siswa
bermasalah melalui pendekatan disiplin
§
Masalah ringan: Dengan melakukan peringatan terhadap
siswa,oleh guru dan wali kelas dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah.
§
Masalah sedang: Dengan melakukan ancaman terhadap siswa,oleh
guru dan wali kelas dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah.
§
Masalah berat: Siswa dikeluarkan langsung oleh keputusan
kepala sekolah.
Dengan melihat penjelasan tersebut, tampak jelas bahwa
penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Disiplin memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek
jera pada siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum”
yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan
perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah
bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada
para siswanya.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Penanganan Perilaku Siswa
Ditulis oleh Radja Paguntaka
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://radjapaguntaka.blogspot.com/2013/01/penanganan-perilaku-siswa.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Radja Paguntaka
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar